HMI KOMPERTA

HMI KOMPERTA

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bangkalan Komisariat Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

HMI KOMPERTA




Study on My Way [Aktivis-Organisatoris]

Ayunda Windi Habsari, ST.
Belajar bagiku adalah asupan tak berwujud yang membuat manusia lebih paham untuk memaknai hidup. Fase yang akan saya lukis mulai dari mahasiswa.

Apasih arti mahasiswa akademis?

Mahasiswa akademis adalah yang memiliki Indeks Prestasi Komulatif (IPK) tinggi dengan pemahaman teori yang mendalam tentang materi di perkuliahan.

Lantas, apa arti mahasiswa organisatoris?

Mahasiswa organisatoris adalah yang aktif dalam kepemimpinan dan totalitas dalam lingkup kepentingan organisasi.

Kenapa banyak kita temui akademisi yang tidak organisatoris, maupun organisatoris yang tidak akademis?

Halo, Millenial! Kita hidup di mana kita harus berjuang. Bagi saya, anak akademis yang tidak organisatoris itu kurang bermakna dalam hidup. Dan, anak organisatoris yang enggan dengan akademis itu orang yang tidak ingin grow up. Oleh karena itu, kita harus belajar menjadi aktivis.
Aktivis bagi saya seperti orangtua yang bekerja keras untuk menghidupi keluarga.

Susah? Iya! Berat? Iya!

Jangan ditanyakan lagi, dalam hidup ini tak ada yang instan. Bahkan mie instan pun perlu direbus hingga tiga menit agar matang dan siap dikonsumsi. Kita tidak bisa kalah dengan dunia yang semakin menguasai hati dan fikiran kita. Genggamlah dunia!

Menjadi aktivis tidak bisa tidur santai, kencan ke sana ke mari, atau hangout unfaedah dan melulu di perpustakaan. Semua itu dimulai dari manage your self. Kita atur pola hidup kita saat mempunyai kewajiban menjadi mahasiswa. Maka, kita harus belajar dan perangi rasa malas. Tidak ada orang bodoh di dunia ini, yang ada hanya orang malas.

Manages your self to manages your organizations. Membagi waktu untuk berorganisasi sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat nantinya. Menjaga kesehatan tubuh juga hal utama. Sebab, belajar dan organisasi butuh energi.

Selama kuliah saya fokus dengan akademis dan organisasi. Ketika yang lain mengisi liburan semester dengan kencan, tidur, liburan, dan malas-malasan, saya memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk penelitian, bimbingan kepada dosen untuk mengikuti perlombaan. Akhirnya, dosen itu menjadi guru terbaik agi kita.

Sebelum saya berhasil menggapai berbagai prestasi mulai tingkat Fakultas hingga tingkat Nasional, berkali-kali saya gagal dan tetap terus mencoba. Ya, tak ada kata menyerah dalam berjuang. Dari kesalahan dan kegagalan, saya tahu bagaimana cara untuk mencapai kemenangan.

Organisasi apakabar?
Saya tetap Balance dengan organisasi dan sempat menjadi ketua Kohati Komisariat Pertanian dan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan. Rapat sampai larut, bahkan berlanjut sampai pagi; pagi kuliah, hingga kecapekan sampai opname dan bahkan masalah hati, perasaan. Namun, untuk sebuah mimpi, saya pikir tak boleh kita kalah dengan kerasnya kehidupan ini. Tetap tegap, senyum dan melangkah semampu jiwa dan raga.

Tak ada alasan bagi mahasiswa menolak berorganisasi karena tidak dapat membagi waktu. Hidup tak bisa hanya satu warna, butuh rupa-rupa agar elok dipandang mata. Kita anak bangsa Indonesai yang lahir sebagai generasi menuju perubahan positif bagi nusantara. Indonesia butuh pemuda aktivis dengan proses penempaan yang tidak mudah. Disanjung tak melambung, dihina tak menderita. Tertempa jiwa dan raga, menuju pribadi berbudi mulia.

Maka, saat ini ambillah cermin. Lihatlah dirimu, resapi, kemudian duduklah dan ambil catatan. Mulailah hidupmu dari sekarang. Tak ada yang terlambat, namun bersediakan kita segera memulainya?

Doa adalah adalah penutup dari semua usaha yang sudah diupayakan.

Yakinkan dengan iman!
Usahakan dengan ilmu!
Sampaikan dengan amal!

Yakusa!

 penulis,
Windi Habsari, ST.




Tentang Penulis
Education
2015 - 2019
Sarjana Teknologi Industri Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

2011 - 2014
SMA Negeri 1 Puri Mojokerto

2008 - 2011
MTsN Dawarblandong Mojokerto2

2002 - 2008
SDN 1 Mojowuku Gresik

Organization Experience


2018
Leader of divition Leadership in HIMATIPA

2018
Organizer KOHATI Cabang Bangkalan

2017
Leader of KOHATI HMI Cabang Bangkalan Komisariat Pertanian

2016
Treasurer of divition Leadership in HIMATIPA

2015
Member of Muslim Students Assosiation

Work Experience


2014 - 2015
Administration in PT. Triharmono Perkasa (Agent of LPG)

2016 - 2018
Asistant Teacher

2017 - 2018
Tutor private for elementary school until senior high school (sains)

Achievements


2016
Number 5 oration nationality in Golkar Surabaya

2017
Number 2 papers scientific faculty of agriculture UTM

2017
Number 2 Mahasiswa Berprestasi faculty of agriculture UTM

2018
Number 1 Mahasiswa Berprestasi faculty of agriculture UTM

2018
Number 2 Mahasiswa Berprestasi University of Tunojoyo Madura

2018
Mahasiswa Berprestasi by KAHMI Bangkalan

2018
Mahasiswa Berprestasi by Badko Jawa Timur

2018
Finalist SNEPCO in University of Sriwijaya Palembang Sumsel

[AgriTalk Edisi 1] Tantangan Pertanian Kini dan Nanti; Apa Peranmu?

Dok: Komperta (Foto bersama setelah acara)


Data BPS sebut pada 2018 terdapat 7,1 juta hektare luas lahan pertanian di Indonesia. Jumlah itu menurun berdasarkan data Kementerian Pertanian sebesar 8,1 juta hektare pada 2016. Lepas dari pro-kontra keabsahan data tersebut, jutaan hektare luas lahan pertanian Indonesia bukan ukuran yang kecil.

Namun, setiap tahun, impor bahan pangan masih saja tetap dilakukan. Meski di beberapa komoditi, sambil mengimpor, juga mengekspor. Aneh.

Lebih dari itu, permasalahan-permasalahan dibidang pertanian sudah kadung komplek. Diaku atau tidak, permasalahan bukan hanya menyoal kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian saja. Faktor cuaca, kondisi sosial-budaya petani, hingga permainan oknum-oknum berkepentingan menjadi hal serius yang harus segera dicari solusinya.

Agri Talk Edisi 1 kali ini menyangking tema "Tantangan Pertanian Kini dan Nanti; Apa Peranmu (Mahasiswa Pertanian)?"

Ikut melingkar bersama kawan-kawan Kader dan anggota muda HMI Komisariat Pertanian,  Kakanda Mojiono, S.TP., M.Si dan Ayunda Dr. Mardiyah Hayati, SP.,MP sebagai narasumber.

Ayunda Ika Yuliatin sebagai moderator membuka acara pukul 16.00 WIB. Suasana taman Kampus Universitas Trunojoyo sore tadi ramai dengan aktivitas mahasiswa, namun peserta Agri Talk masih terlihat antusias.

Kanda Mojiono mendapat giliran pertama untuk menyampaikan materi. Disampaikan olehnya, ada tiga tantangan besar di bidang pertanian yaitu konversi lahan, mekanisasi, dan distribusi.

Menyoal konversi atau penyempitan lahan, Kanda Mojiono menyontohkan sebuah kasus alih fungsi lahan.

"Di sekitar kampus, yang dulu sawah, ditanami padi-jagung, sekarang ditanami bangunan (kost/kontrakan)." terang Kanda Mojiono.

Lebih lanjut, salah satu contoh permasalah adalah pertambahan jumlah penduduk Indonesia, yang juga berpengaruh pada bertambahnya kebutuhan pangan.

"Lebih miris lagi tentang Food Waste," lanjut Kanda Mojiono.

Food Waste atau sampah makanan adalah sisa makanan yang terbuang karena tidak habis dikonsumsi.  Berdasarkan hasil studi dari The Ecobomist Intelligence Unit, pada 2016 lalu Indonesia masuk produsen sampah makanan terbesar kedua di dunia. Sampah makanan terbesar dihasilkan oleh Arab Saudi.

"Kumpul, makan-makan; Acara nikahan, makan-makan; bahkan makan sendiri yang ngambil sendiri pun masih menyebakan sisa makanan," terang Kanda Mojiono.

Menanggapi permasalah tersebut, Ayunda Mardiyah menambahkan, bahkan kebiasaan tidak menghabiskan minuman menandakan kebiasaan buruk tentang pola memperlakukan makanan.

"Saya selalu membawa minuman saya yang belum habis, sampai habis," ucap Ayunda Mardiyah sambil menunjukkan botol air mineral yang masih tersisa.

Ayunda Mardiyah memaparkan, menjadi mahasiswa pertanian adalah kebanggaan. Harus disyukuri, sebab, kesempatan mengambil peran pengabdian untuk kesejahteraan petani terbuka lebar. Inovasi pemikiran millenial dirasa berpengaruh positif terhadap perkembangan di bidang pertanian.

Ayunda Mardiyah memberikan contoh dengan sebuah cerita yang datang dari seorang teman kuliah. Kata dia, ada seorang teman kuliah yang fokus bertani dengan inovasi yang bagus. Salah satunya, menyulap lahan sempit untuk bertani dengan hasil panen selayaknya lahan lebar.

"Mahasiswa harus berani berfikir maju. Harus berinovasi kekinian kalau menjadi petani. Itu keren. Petani millenial." papar Ayunda Mardiyah.

Di sela-sela hangatnya perbincangan, komunikasi dua arah dibangun para narasumber. Satu lemparan pertanyaan diberikan kepada peserta, menanyakan perihal alasan kenapa peserta yang juga mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura, memutuskan mengambil jurusan pertanian.

"Orangtua saya petani, dan saya ingin membantu orangtua saya," jawab Kanda Ghazali.

Jawaban tersebut ditanggapi hangat oleh Ayunda Mardiyah dengan melompat pada kisah tahun '92 lalu, di mana Ayunda Mardiyah juga anak seorang petani. Garis besar kisah dari Ayunda Mardiyah memberikan gambaran bahwa anak petani tidak menutup kemungkinan untuk sukses.

Sebuah uraian tanggapan muncul pula dari Kanda Sulton Hakim. Dia mengatakan, perlu adanya pembenahan di empat titik daur sistem di pertanian.

Pertama, sistem hulu di mana permasalahan pembibitan, lahan, pupuk, dan hal lain yang berkaitan dengan kebutuhan pra-tanam, yang berpengaruh besar terhadap hasil panen, perlu digarap dengan serius.

"Mahasiswa Agro punya peran besar di sini," kata Kanda Sulton Hakim.

Kedua, sistem pasca tanam. Permasalahan yang timbul setelah penanaman menjadi momok mengerikan bagi petani. Gangguan hama, cuaca buruk, hingga sistem tanam yang tidak tepat tidak jarang menimbulkan polemik serius.

Ketiga, sistem di hilir di mana pemanfaatan hasil pertanian petani kita sangat membutuhkan dukungan. Sumberdaya manusia di bidang pengolahan pasca panen masih rendah. Mayoritas petani memilih menjual langsung tanpa mengolah hasil panennya.

Terakhir, sistem distribusi. Panjangnya alur pendistribusian hasil panen ke tempat pengolahan menyebabkan adanya biaya distribusi yang besar. Belum lagi permainan harga dari tengkulak dan oknum-oknum pemanipulasi kelangkaan bahan pangan dengan melakukan penimbunan gudang.
Menanggapi uraian itu, Kanda Mojiono menjelaskan permasalahan mekanisasi pertanian. Menurutnya, teknologi menjadi salah satu alat bantu yang bisa mengatasi masalah tersebut.

"Jika Australia satu orang bisa memegang sepuluh hektare lahan, di Indonesia sepuluh orang mamegang satu hektare." kata Kanda Mojiono, memberikan perumpamaan.

Maksud dari perkataan tersebut, di Australia petani mulai menggunakan teknologi modern. Menggunakan mesin. Sehingga waktu, tenaga, dan biaya pengolahan pertanian bisa ditekan. Penggunaan teknologi pertanian dirasa mampu untuk meningkatkan efektifitas kinerja petani.

Pembahasan berlanjut mengenai peran mahasiswa sebagai konsumen produk pertanian.

Realita paling menyakitkan, mahasiswa banyak yang tidak memilih produk petani lokal. Ayunda Mardiyah memberi contoh buah apel Malang yang kualitasnya dianggap lebih rendah dengan apel impor. Indikator yang dijadikan rujukan adalah harga komoditi apel lokal Malang yang kalah dengan harga buah apel impor.

Salah satu yang mempengaruhi konsumen untuk membeli produk impor adalah life style; bahwa mengonsumsi produk luar negeri adalah suatu kebanggaan.

Memang, diakui bahwa kenampakan fisik dari produk pangan impor sangat menarik. Mindsett konsumen Indonesia tentang ukuran besar dan keindahan kenampakan fisik yang baik menandakan produk berkualitas menjadi tantangan tersendiri.

"Banyak hasil pertanian kita yang kaya akan nutrisi, tapi kalah secara tampilan fisik dengan produk luar." kata Ayunda Mardiyah.

Ayunda Mardiyah mengatakan bahwa produk petani lokal berpotensi memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk impor. Dibutuhkan inovasi dan kesungguhan mahasiswa pertanian untuk mengupayakan hal tersebut. Paradigma berfikir mahasiswa pertanian yang mendiskriditkan profesi petani sebagai indikator rendahnya kondisi ekonomi perlu dirombak dengan pembuktian prestasi-prestasi di bidang pertanian. Terutama prestasi yang berpengaruh signifikan terhadap pengangkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat Indonesia melalui sektor pertanian.

Terima Kasih!

Kabid PA HMI Komperta
M. Sya'iruddin

Foto Narasumber Kanda Mojiono, S.TP., M.Si.  dan Ayunda Dr. Mardiyah Hayati, SP.,MP.


Keterangan pendukung:

Agri Talk Edisi 1



"Pertanian tak bisa dipisahkan sedikitpun dari manusia. Namun, hingga kini petani kita tetap menderita. Lantas, bagaimana posisi kita sebagai mahasiswa Pertanian?"

Kami hadirkan Agri Talk Edisi I

Kita akan bahas bersama para narasumber tentang polemik klasik yang sudah harus kita sadari.

Bersama dua narasumber yakni Kanda Mojiono S.TP., M.Si. (Dosen TIP) dan Ayunda Dr. Mardiyah Hayati, SP., MP. (Dosen Agribisnis)

Berikut ini Biodata Singkat Narasumber:

Mojiono, S.TP.  M.Si
Pendidikan
● S1: Teknologi Industri Pertanian, UTM (2008 - 2012)
● S2: Ilmu Pangan, IPB (2013 - 2016)

Prestasi akademik
● Proposal PKM-P didanai dikti, 3 tahun berturut-turut (2010-2012).
● PKM GT (2010) dan PKM AI (2012)
● PIMNAS XXV di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2012
● Juara 1 English Debate Competition, Pascasarjana IPB 2014
● International Winter Course, Ibaraki University,   Japan, 2014
● PARE Long Term Progran, Hokkaido University, Japan, 2015

Ayunda Dr. Mardiyah Hayati, SP., MP.
● S1 sosial ekonomi pertanian 1992 UMM
● S2 Ekonomi Pertanian 1997 UN
● S3 Ilmu pertanian 2009 Universitas Brawijaya Malang
●Dosen Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian


NB: Hasil Kajian akan diunggah setelah acara.

Gelar Maperca, HMI Komisariat Pertanian Bangkitkan Jiwa Keorganisasian

Foto bersama sesudah acara bersama pemateri

KOMPERTA- Pada Rabu, 21 Agustus 2019, Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bangkalan Komisariat Pertanian (HMI KOMPERTA) mengadakan Masa Perkenalan Calon Anggota (MAPERCA) di kafe Warkopku.

Acara dibuka pukul 19.45 WIB. Ikut hadir pemateri yakni Kakanda Slamet Subari, yang juga merupakan Dekan Fakultas Pertanian, Kakanda Achmad Farid, Wakil Dekan III FP, juga senior-senior KOMPERTA dari berbagai background.

Damayanti, Ketupel Acara, mengatakan bahwa tema acara adalah "Rekonstruksi Paradigma Organisasi untuk Mencapai SDM Unggul". Tema tersebut diambil karena kesadaran pentingnya organisasi sebagai wadah berproses makin terkikis.

Mengutip kata Ali Bin Abi Thalib, Kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah dengan keburukan yang terorganisir dengan baik. Maka, dirasa penting untuk memberikan pemahaman tersebut.

Kakanda Slamet Subari mengatakan, jika Kader HMI mengikuti aturan konstitusi HMI dengan baik, maka outputnya, kader akan menjadi militan.

"Kader akan memiliki jiwa organisasi, jiwa perjuangan, dan jiwa pengabdian yang tinggi," kata Kakanda Slamet, merepresentasikan kondisi jiwa Militansi kader HMI.

Senada dengan itu, Kakanda Achmad Farid, dia mengatakan bahwa dalam HMI, kita diajarkan untuk terbiasa menerima perbedaan.

"Karena HMI itu islam universal. Mau dari ormas manapun, perbedaan disikapi dengan baik. Sebab, kita belajar persatuan, meski berbeda." Terangnya.

Lebih lanjut, Kakanda Farid mengatakan bahwa HMI memiliki tujuan mempersatukan umat islam. Hal ini dapat dilihat dari bermacam-macamnya kader HMI, dan mereka semua diterima dengan baik.

"Ada yang suka salawat, ada yang suka tahlilan, ada yang suka membaca Al-Quran, ada yang pakai kunut dan tidak memakai. Perbedaan disikapi dengan dewasa." papar Kakanda Farid.

Cerminan jiwa toleransi tersebut membuat eksistensi HMI sejak tahun 1947 hingga kini masih bertahan. Terhadap sesama muslim, HMI menggunakan ukhuwah islamiyah; terhadap non muslim, HMI menggunakan ukhuwah insaniyyah.

Sebelum acara ditutup, Kakanda Slamet Subari menambahkan, posisi mahasiswa Pertanian pada masyarakat Indonesia sangat strategis. Hal tersebut disebabkan karena pertanian merupakan sektor penghidupan yang tak bisa dinafikkan. Sementara petani hingga kini menderita, atau lebih tepatnya ada oknum-oknum yang membuat petani menderita.

Kakanda Slamet Subari, saat memberikan pesan sebelum pulang.


"Bangkitnya jiwa organisasi, dipadukan dengan pengetahuan akademis yang kuat dan jiwa perjuangan dan pengabdian, sangat penting untuk memperbaiki nasib pertanian masyarakat kita," pungkasnya.

Yakusa!
HMI Komperta UTM

Landasan Perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam


Skema tahapan perkaderan
Ada 4 landasan dalam Perkaderan HMI, yakni landasan Teologis, Ideologis, Sosio-Historis dan Konstitusi.

1. LANDASAN TEOLOGIS
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Dia adalah makhluk yang menurut alam hakikatnya sendiri, yaitu sejak masa primordialnya selalu mencari dan merindukan Tuhan. Inilah fitrah atau kejadian asal sucinya, dan dorongan alaminya untuk senantiasa merindukan, mencari, dan menemukan Tuhan. Agama menyebutnya sebagai kecenderungan yang hanif (Hanafiyah al-samhah), yaitu “sikap mencari kebenaran secara tulus dan murni, lapang, toleran, tidak sempit dan tidak membelenggu jiwa. Selain itu pula, bahwa fitrah bagi manusia adalah adanya sifat dasar kesucian yang kemudian harus dinyatakan dalam sikap-sikap yang suci dan baik kepada sesamanya. Sifat dasar kesucian itu disebut dengan hanafiyyah, dan sebagai makhluk yang hanif itu manusia memiliki dorongan kearah kebaikan, kebenaran, dan kesucian.

Pusat dorongan hanafiyyah itu terdapat dalam dirinya yang paling mendalam dan paling murni, yang disebut hati nurani, artinya bersifat nur atau cahaya (luminous). Kesucian manusia merupakan kelanjutan perjanjian primordial antara manusia (ruh) dan Tuhan, yaitu suatu perjanjian atau ikatan janji antara manusia sebelum lahir ke dunia dengan Tuhan, bahwa manusia akan mengakui Tuhan sebagai pelindung dan pemelihara (rabb) satu-satunya baginya.

Oleh sebab itu, ruh manusia dijiwai oleh kesadaran tentang yang Mutlak dan Maha Suci (Transenden, Munazzah), kesadaran tentang kekuatan yang Maha Tinggi yang merupakan asal dan tujuan semua yang ada dan yang berada diatas alam raya. Kesadaran ini merupakan kemampuan intelek (‘Aql), sebuah piranti pada manusia untuk mempersepsi sesuatu yang ada diatas dan diluar dataran jasad ini. Juga atas dasar perjanjian primordial itu pula, manusia diberikan amanah sebagai wakil Tuhan (Khalifah) di muka bumi ini, yang berfungsi untuk mengatur dan mengelola alam raya dengan sebaik-baiknya, disertai dengan peniruan terhadap sifat-sifat Tuhan sebagai Rabb Al-amin.

Untuk menjalankan fungsi kekhalifahan, manusia seringkali memiliki kecenderungan dan godaan untuk mencari “jalan pintas” yang gampang dengan mengabaikan pesan dan mandat dari Tuhan. Sebaliknya, kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup dan keinsyafan akan datangnya masa Pertanggungjawaban mutlak kelak diakhirat, membuat manusia terlindungi dirinya dari ketelanjangan spritual dan moral yang tercela. Itulah pakaian taqwa yang mesti dikenakan manusia setiap saat dan tempat. Taqwa itu sendiri memiliki arti God Consiousness, atau “kesadaran ketuhanan”, dan itulah sebaik-baik proteksi dari noda ruhani.

Sebagai bentuk dasar akan adanya “kesadaran ketuhanan” tersebut, maka manusia harus pula dapat menginternalisasi konsepsi tawhid yang merupakan perwujudan kemerdekaan yang ada padanya. Implikasi logis dari tawhid itu sendiri adalah meneguhkan sikap dan langkahnya sebagai khalifah, dengan cara tidak memperserikatkan-Nya kepada sesuatu apapun juga dengan cara meninggalkan praktek mengangkat sesama manusia sebagai “tuhan-tuhan” (arbab), selain kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Mengangkat sesama manusia sebagai “tuhan-tuhan” ialah menjadikan sesama manusia sebagai sasaran penyembahan, dedikasi, devosi, atau sikap pasrah total. Dengan demikian maka tawhid mengharuskan adanya pembebasan diri dari objek-objek yang membelenggu dan menjerat ruhani. Ini adalah sejajar dan identik dengan semangat dan makna dari bagian pertama kalimat persaksian, “Aku bersaksi bahwasanya tiada suatu tuhan (ilah)...” yakni, aku menyatakan diri bebas dari kukungan kepercayaan-kepercayaan palsu yang membelenggu dan menjeret ruhaniku. Kemudian
untuk menyempurnakannya, maka pernyataan kedua diteruskan sebagai proses pembebasan “...kecuali Allah, (Al-Ilah,Al-Lah, yakni Tuhan yang sebenarnya, yang dipahami dalam kerangka semangat ajaran ketuhanan yang maha esa atau tauhid uluhiyya, monoteisme murni-strict monotheisme)

Maka dari itu, tawhid bukan hanya melahirkan taqwa, melainkan inspirasi dan peneguhan fungsi dasar manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dan sebagai akhir dari pada fungsi manusia tersebut, maka di hari akhirat kelak manusia akan di mintai pertanggungjawaban secara pribadi, yaitu pertanggungjawaban atas setiap pilihan yang ditentukannya secara pribadi di dunia. Sehingga tidak ada pembelaan berdasarkan hubungan solidaritas, perkawinan, kawan-karib maupun sanak-saudara. Manusia disebut berharkat dan bermartabat tiada lain merupakan konsekuensi dari adanya hak dasar manusia untuk memilih dan menentukan sendiri prilaku moral dan etisnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa manusia harus senantiasa memberi makna atas hidup di dunia ini melampaui tujuan-tujuan duniawi (terrestrial), menembus tujuan-tujuan hidup ukhrawi (celestial).


2. LANDASAN IDEOLOGIS
Islam sebagai landasan nilai transformatif yang secara sadar dipilih untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Islam mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita-citakan. Untuk tujuan dan idealisme tersebut maka umat Islam akan ikhlas berjuang dan berkorban demi keyakinannya. Ideologi Islam senantiasa mengilhami, memimpin, mengorganisir perjuangan, perlawanan, dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua status quo, belenggu dan penindasan terhadap umat manusia.

Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad telah memperkenalkan Islam sebagai ideologi perjuangan dan mengubahnya menjadi keyakinan yang tinggi, serta memimpin rakyat melawan kaum penindas. Nabi Muhammad lahir dan muncul dari tengah masyarakat kebanyakan yang oleh Al-Qur’an dijuluki sebagai “ummi”. Kata “ummi” yang disifatkan kepada Nabi Muhammad menurut Ali Syari’ati dalam karyanya Ideologi Kaum Intelektual, berarti bahwa beliau berasal dari kelas rakyat. Kelas ini terdiri atas orang-orang awam yang buta huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang-orang miskin (mustadh’afin) yang menderita, dan bukan berasal dari kalangan borjuis dan elite penguasa. Dari kalangan inilah Muhammad memulai dakwahnya untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Cita-cita Islam adalah adanya transformasi terhadap ajaran dasar Islam tentang persaudaraan universal (Universal Brotherhood), kesetaraan (Equality), keadilan sosial (Social Justice), dan keadilan ekonomi (Economical Justice). Ini adalah cita-cita yang memiliki aspek liberatif sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya tentu membutuhkan keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen. Hal ini disebabkan sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap setia (committed).

Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita Islam, pertama, persaudaraan universal dan kesetaraan (equality), Islam telah menekankan kesatuan manusia (unity of mankind) yang ditegaskan dalam Al Quran Surat Al-Hujurat:13. Demikian diartikan:

“Hai manusia ! kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan. Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling ber-taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."

Ayat ini secara jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya keshalehan, baik keshalehan ritual maupun keshalehan sosial, sebagaimana Al-Qur’an menyatakan:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan. Janganlah karena kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa dan takutlah kepada Allah…” (QS. Al-Maidah: 8).

Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di semua aspek kehidupan. Dan keadilan tersebut tidak akan tercipta tanpa membebaskan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan kepada kaum mustadh’afin untuk menjadi pemimpin. Menurut Al-Qur’an, mereka adalah permimpin dan pewaris dunia.

"Kami hendak memberikan karunia kepada orang-orang tertindas di muka burni. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al-Qashash: 5)

“Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan baratnya yang kami berkati. “ (QS. Al-A’raf: 37).

Di tengah-tengah suatu bangsa ketika orang-orang kaya hidup mewah di atas penderitaan orang miskin, ketika budak-budak merintih dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak berdaya hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak kepada pemilik kekayaan dan penguasa, ketika orang-orang kecil yang tidak berdosa dimasukkan ke penjara maka Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan rabbulmustadh’afin:

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan pertolongan dari sisi Engkau.” (QS. An-Nisa: 75).

Dalam ayat ini menurut Asghar Ali Engineer dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan, Al-Qur’an mengungkapkan teori kekerasan yang membebaskan yaitu:

“Perangilah mereka itu hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-Anfal: 39)

Al-Qur’an dengan tegas mengutuk Zulm (penindasan). Allah tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang yang tertindas.

“Allah tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi orang yang teraniaya….” (QS. An-Nisa: 148).

Ketika Al-Qur’an sangat menekankan keadilan ekonomi berarti Al-Qur’an seratus persen menentang penumpukan dan penimbunan harta kekayaan. Al-Qur’an sejauh mungkin menganjurkan agar orang-orang kaya hartanya untuk anak yatim, janda-janda dan fakir miskin.

“Adakah engkau ketahui orang yang mendustakan agama? Mereka itu adalah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang yang shalat, yang mereka itu lalai dari sholatnya, dan mereka itu riya, enggan memberikan zakatnya. “ (QS. AI-Maun: 1-7).

Al-Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu hanya berputar di antara orang-orang kaya saja.

“Apa-apa (harta rampasan) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk negeri (orang-orang kafir), maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu beredar antara orang-orang kaya saja diantara kamu … “ (QS. Al Hasyr: 7).

Al-Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung-hitung harta kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan kehidupan yang kekal. Orang yang suka menumpuk-numpuk dan menghitung-hitung harta benar-benar akan dilemparkan ke dalam bencana yang mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala:

”...” (QS. Al-Humazah:1-9).

Kemudian juga pada Surat At-Taubah: 34, menyatakan:

”...” (QS. At-Taubah: 34)

Al-Qur’an memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun harta dan mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak membelanjakannya di jalan Allah.

Pada masa Rasulullah SAW banyak sekali orang yang terjerat dalam perangkap hutang karena praktek riba. Al-Qur’an dengan tegas melarang riba dan memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya (Iihat, QS. Al-Baqarah: 275-279 dan Ar-Rum: 39).

Demikianlah Allah dan Rasul-Nya telah mewajibkan untuk melakukan perjuangan membela kaum yang tertindas dan mereka (Allah dan Rasul-Nya) telah memposisikan diri sebagai pembela para mustadh’afin.

Dalam keseluruhan proses aktifitas manusia di dunia ini, Islam selalu mendorong manusia untuk terus memperjuangkan harkat kemanusiaan, menghapuskan kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI-Qur’an memberikan penegasan.

”Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi manusia supaya kamu menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan melarang berbuat kejahatan (mungkar) serta beriman kepada Allah (QS. Ali-Imran: 110).

Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia memiliki kebebasan dalam mengartikulasikan Islam sesuai dengan konteks lingkungannya agar tidak terjebak
pada hal-hal yang bersifat mekanis dan dogmatis. Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka menyelesaikan persoalan kehidupan yang serba kompleks sesuai dengan kemampuannya.

Demikianlah cita-cita Islam yang senantiasa harus selalu diperjuangkan dan ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil, demokratis, egaliter dan berperadaban. Dalam memperjuangkan cita-cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia (commited) terhadap ajaran Islam seraya memohon petunjuk Allah SWT, ikhlas, rela berkorban sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam setiap pembebasan kaum tertindas (mustadh'afin).

"Sesungguhnya sholatku, perjuanganku, hidup dan matiku, semata-mata hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada serikat bagi-Nya dan aku diperintah untuk itu, serta aku termasuk orang yang pertama berserah diri. " (QS. AI-An'am:162-163).

3. LANDASAN SOSIO-HISTORIS
Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur masyarakat terutama di daerah sentral ekonomi dan politik menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara dramatik telah berhasil menguasai hampir seluruh kepulauan nusantara. Tentunya hal tersebut dikarenakan agama Islam memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal batas-batas sosio-kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang dan para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang bersifat persuasif.

Masuknya Islam secara damai berhasil mendamaikan kultur Islam dengan kultur masyarakat nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat, ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur tradisional, feodalisme, hinduisme dan budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada perkembangan selanjutnya, Islam tumbuh seiring dengan karakter keindonesiaan dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kultur Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin modern.

Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka kultur Islam telah menjadi realitas sekaligus memperoleh legitimasi social dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian wacana kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya Indonesia meniscayakan transformasi total nilai-nilai universal Islam menuju cita-cita mewujudkan peradaban Islam.

Secara sosiologis dan historis, kelahiran HMI pada tanggal 5 Februari 1947 tidak terlepas dari permasalahan bangsa yang di dalamnya mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan.

Kenyataan itu merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan berdirinya, yaitu: pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan syiar ajaran Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab terhadap permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia secara total.

Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan langkah perjuangan HMI ke depan yang terintegrasi dalam dua aspek keislaman dan aspek kebangsaan. Aspek keislaman tercermin melalui komitmen HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban peran kekhalifahan manusia, sedangkan aspek kebangsaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama seluruh rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI, pelaksanaan komitmen keislaman dan kebangsaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa Indonesia ke depan.

Melihat komitmen HMI dalam wawasan sosiologis dan historis berdirinya pada tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan kader HMI harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader yang sadar akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah di muka bumi dan pada saat yang sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.

4. LANDASAN KONSTITUSI
Dalam rangka mewujudkan cita-cita perjuangan HMI di masa depan, HMI harus mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggungjawabnya bersama seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Dalam pasal tiga (3) tentang azas ditegaskan bahwa HMI adalah organisasi berazaskan Islam dan bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Penegasan pasal ini memberikan cerminan bahwa di dalam dinamikanya, HMI senantiasa mengemban tugas dan tanggung jawab dengan semangat keislaman yang tidak mengesampingkan semangat kebangsaan.

Dalam dinamika tersebut, HMI sebagai organisasi kepemudaan menegaskan sifatnya sebagai organisasi mahasiswa yang independen (Pasal 6 AD HMI), berstatus sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki fungsi sebagai organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan (Pasal 9 AD HMI).

Dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya secara berkelanjutan yang berorientasi futuristik maka HMI menetapkan tujuannya dalam pasal empat (4) AD HMI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas kader yang akan dibentuk ini kemudian dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, tugas pokok HMI adalah perkaderan yang diarahkan kepada perwujudan kualitas insan cita yakni dalam pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan kerja-kerja kemanusiaan sebagai amal saleh.

Pembentukan kualitas dimaksud diaktualisasikan dalam fase-fase perkaderan HMI, yakni fase rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar memiliki kualitas pribadi Muslim, kualitas intelektual serta mampu melaksanakan kerja-kerja kemanusiaan secara profesional dalam segala segi kehidupan, dan fase pengabdian kader, dimana sebagai output maka kader HMI harus mampu berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan berjuang bersama-sama dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

[Prolog] Modernisasi Pertanian: Ratapan Cangkul dan Sabit




Sarjana Pertanian dan Dilemanya

Petani, sebuah profesi yang diakui kemuliaannya sekaligus mulai dideskriditkan di era indrustri 4.0 ini. Insan akademis di bidang pertanian yang banyak digerojok dana oleh pemerintah untuk memajukan bidang pertanian malah melengos, memilih bekerja di tempat yang lebih realistis dan dapat menjamin kebutuhan hidup.

Namun demikian, kita masih sering melihat berita di media daring tentang aksi ‘memperjuangkan hak petani’. Acara musiman dengan memanfaatkan momentum tersebut tentu tidak salah. Namun, satu pertanyaan yang patut kita ajukan adalah apakah mereka berani menjadi petani.

Ya, mereka memang sedang memperjuangkan, tapi jika diberikan pertanyaan demikian, jawaban mereka hanya alibi yang diolah sedemikian rupa dengan jurus-jurus bungklon yang jika diterjemahkan dalam bahasa intinya begini: “Saya belum siap bernasib buruk dengan gaji pas-pasan atau bahkan kurang.”

Seperti yang sama-sama kita ketahui, kondisi sosial masyarakat telah mengalami perubahan besar seiring perkembangan teknologi. Bayangan tentang konsep ‘Hidup Mapan’ dan ‘terhormat’ telah mengalami spesialisasi makna dengan indikator yang membias, ketidakjelasan: bahwa bekerja yang layak adalah di kantoran, memakai jas dan bertempat di ruangan yang nyaman; bahwa strata profesi petani adalah milik kaum kelas menengah ke bawah, dan; bahwa yang bisa dikatakan terhormat adalah yang ekonominya baik.

Memang, hal ini sangat realistis. Namun, pemahaman inilah yang menjadi momok paling mengerikan bagi Sarjana Pertanian yang berkeinginan mengabdikan diri sebagai petani atau untuk petani. Sebagai bukti, data BPS dalam survei usia petani pada 2013 lalu, petani muda di kelompok usia 25-35 sebanyak 3.129.644 orang dari total jumlah petani sebanyak 26.135.469 orang.

Perkembangan Teknologi Pertanian: Solusi atau Masalah?

Tidak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi memaksa semua bidang harus juga berkembang, termasuk dalam bidang pertanian. Namun, agaknya perlu dikaji ulang terkait teknologi yang berkembang tersebut. Terutama, berkaitan dengan apakah teknologi tersebut dapat dijadikan solusi terhadap problem-problem petani atau malah menambah permasalahan.

Beberapa contoh hasil dari perkembangan teknologi pertanian seperti Mesin Tanam Bibit Padi type 4K dengan harga jual Rp 99.900.000, mesin tanam padi merk Yanmar AP 4 yang dijual dengan harga Rp 74.128.000 dan hasil rekayasa genetika tumbuhan dan buah-buahan. Numun, hingga kini, petani masih banyak yang menolak teknologi tersebut. Selain karena kondisi ekonomi, kondisi sosial juga menjadi hal yang mempengaruhinya. Di Indonesia, lebih-lebih di daerah pedasaan, petani dalam mengolah ladang memanfaatkan konsep gotong royong, saling bantu-membantu.

Sama halnya dengan penolakan terhadap mesin pertanian, tumbuhan-tumbuhan hasil rekayasa genetika pun masih banyak dipandang sebelah mata oleh petani. Seperti ‘semangka tanpa biji’, misalnya. Selain harga bibit yang lebih mahal, perawatan yang tidak mudah dan waktu panen yang lebih lama dibanding semangka berbiji membuat buah hasil rekayasa genetika tersebut kurang menarik.

Mengacu pada kondisi lapangan, kecanggihan teknologi nyatanya tidak banyak ikut andil dalam meningkatkan produktifitas hasil pertanian. Bisa dilihat dari data produktifitas hasil pertanian, bahwa yang menjadi faktor naiknya produktifitas bukan teknologi, namun kurangnya serangan hama, kondisi tanah, dan jumlah area tanam yang bertambah.

Bukannya hal tersebut dapat ditangani dengan bantuan teknologi?

Yang menjadi permasalahan bukan bisa atau tidak, namun, apakah solusi tersebut memiliki potensi permasalahan baru. Nah, permasalahan di tingkat bawah, kondisi ekonomi petani tidak seberapa, sehingga, dengan membeli alat-alat pertanian yang canggih, tentu modal yang besar adalah masalah baru bagi petani.

Terima kasih!

Oleh: M. Sya'iruddin
Kabid PA KOMPERTA

Selengkapnya, akan di bahas dalam acara diskusi pada Kamis, 23 Mei 2019 di Kampoeng Kopi pukul 15.00 WIB. Acara diskusi memungut tema : Modernisasi Pertanian: Ratapan Cangkul dan Sabit.
Sebagai pemantik, kami menyiapkan dua pemateri: Kakanda Rifki Arifuddin, ST. dan Ayunda Khadijah.



Hasil Kongres HMI KE-XXX di Ambon tahun 2018


Klik Download untuk mengunduh File hasil Kongres HMI ke-XXX di Ambon tahun 2018

Download


Mars Korp HMI Wati (KOHATI)


Mars Korp HMI Wati (KOHATI)

wahai HMI-wati semua
sadarlah kewajiban mulia
pembina pendidik tunas muda
tiang negara jaya

himpunkan kekuatan segera
jiwai semangat pahlawan
tuntut ilmu serta amalkan
untuk kemanusiaan

jayalah kohati, pengawal panji islam
derapkan langkah perjuangan
kuatkan iman

majulah tabah HMI-wati
harapan bangsa,
membina masyarakat islam
Indonesiaaa..

Himne HMI


HIMNE HMI

Bersyukur dan ikhlas
Himpunan mahasiswa islam
Yakin usaha sampai
Untuk kemajuan
Hidayah dan taufik
Bahagia HMI

Berdoa dan ikrar
Menjunjung tinggi syiar islam
Turut Al- Qur’an, hadits
Jalan keselamatan
Ya Allah berkati
Bahagia HMI

Sejarah Berdirinya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) di Indonesia

Himpunan Mahasiswa Islam atau disingkat HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang berdiri pada tanggal 5 Februari 1947, berdirinya organisasi HMI ini diprakarsai oleh seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (Sekarang UII) bernama Lafran Pane beserta 14 orang rekannya.
Sejarah Berdirinya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Sebelum berdirinya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) awal mulanya  pada tahun 1946  telah terbentuk lebih dulu sebuah organisasi kemahasiswaan yang memiliki nama Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) yang anggotanya terdiri dari kumpulan mahasiswa tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada (sekarang UGM)
Berdirinya Organisasi Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta ternyata saat itu tidak efektif sebab organisasi tersebut tidak serius dengan komitmen untuk kepentingan mahasiswa saat itu, sehingga terjadi penumpukan aspirasi yang tidak tersalurkan dengan benar. Pada waktu itu mahasiswa menjujung tinggi nilai nilai keislaman sehingga ingin mendirikan organisasi sendiri yang terisah dari PMY.
Gagasan ingin membuat organisasi diprakarsai oleh seorang mahasiswa yang berada di fakultas hukum Sekolah Tinggi Islam (sekarang menjadi FH-UII) yang bernama Lafran Pae. Pertama – tama ia melakukan pembicaraan dengan rekannya mengenai ide untuk membentuk organisasi kemahasiswaan dengan aliran nilai – nilai keislaman. Setelah melakukan pembicaraan sehingga dirasa mendapat cukup dukungan Lafran Pane kemudian pada bulan november tahun  1946 mengadakan rapat dengan mengundang  mahasiswa islam yang berada di perguruan tinggi di Yogyakarta. Rapat ini akan membahas masalah pendirian organisasi baru.
Rapat dihadiri oleh sekitar 30 orang mahasiswa yang merupakan anggota dari organisasi PMY dan Pemuda islam indonesia, akan tetapi rapat yang sering digelar tidak menghasilkan apa-apa sebab terdapat pertentangan dai pihak Organisasi PMY. Selanjutnya Lafran Pane mengadakan pertemuan secara mendadak pada tanggal 5 februari 1947  yang dipimpin olehnya bertempat di ruang kuliah Sekolah Tinggi Islam yang berisi agenda pembentukan organisasi mahasiswa islam. Ketahui pula Sejarah KoperasiSejarah Berdirinya PBB, dan Sejarah PNI (Partai Nasional Indonesia).
Latar Belakang Berdirinya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Dalam rapat tersebut ia mengatakan bahwa hari tersebut adalah rapat untuk membentuk organisasi mahasiswa islam karena semua persiapan yang dibutuhkan sudah beres.  Sikap gerak cepat yang diambil, ditujukan karena kebutuhan akan adanya organisasi islam sudah sangat mendesak. Latar belakang Pemikiran Lafran Pane untuk mendirikan HMI saat itu adalah sebagai berikut
·         Saat itu jika dilihat kehidupan mahasiswa yang beragama islam ternyata masih belum paham dan mengamalkan ajaran agama islam. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan yang ada dan kondisi masyarakat saat itu yang banyak terkena pengaruh aliran sosialis hingga komunis. Sehingga dianggap perlu mendirikan Organisasi Mahasiswa yang mengandung nilai – nilai  Keislaman.
·         Pada umumnya Organisasi mahasiswa memang harus memiliki kemampuan untuk mengikuti ide mahasiswa yang menginginkan inovasi dalam berbagai bidang, salah satunya yaitu pemahaman dan penghayatan akan ajaran agama islam saat itu.
Pendiri HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Pada saat pendirian HMI tokoh – tokoh pemuda yang terlibat yaitu Lafran Pane sebagai ketua dan Wakil Ketua Asmin Nasution, bersama rekan lainnya  yaitu Dahlan Husain,  Kartono Zarkasi, Thayeb Razak,  Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainab,  Hasan Basri, Zukkarnaen, Toha Mashudi, Bidron Hadi, M. Anwar.
Sepanjang perjalanannya Organisasi HMI sudah memberikan kontribusi  yang besar sejak awal berdirinya.  Hal ini terlihat dari tekad awal yang tertuang dalam tujuan organisasi  dicetuskan pada tahun 1947 telah dilakukan secara konsisten. Salah satu tekad besarnya  yaitu mempertahankan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia yang masih berjuang melawan agresi Belanda dan kondisi umat Islam yang mengalami stagnasi ditengah banyaknya masalah yang dihadapi masyarakat saat itu.

Tujuan Berdirinya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam juga ikut berperan aktif ketika terjadi gerakan PKI yang terjadi pada tahun 1965.  Saat itu HMI menjadi salah satu faktor yang paling diperhitungkan oleh PKI, bahkan HMI dianggap sebagai musuh yang utama. Hal ini tercermin dari pergerakan DN Aidit yang melakukan Provokasi kepada anak buahnya dengan mengatakan, “Jika tidak bisa membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja.” akan tetapi HMI adalah organisasi yang kuat dan solid saat itu sehingga tidak bisa dengan mudah di bubarkan, sehingga PKI sendiri yang berhasil dibubarkan.
Pendirian HMI ini tidaklah tanpa tujuan, banyak sekali tujuan Sejarah Berdirinya HMI yaitu :
1.     Mengamalkan Ajaran Islam
Tujuan utama didirikannya Himpunan Mahasiswa Islam tidak lain adalah untuk mengamalkan ajaran islam. Ajaran islam  bagi kaum muslimin merupakan  ajaran fitrah maka mahasiswa ingin mewujudkan kehidupan manusia yang dapat menjamin adanya kesejahteraan baik secara jasmani dan rohani.  Kesejahteraan yang ingin dicapai dengan seimbang antara kesejahteraan materi dan kesejahteraan spiritual. Kesejahteraan yang dimaksud bisa terwujud apabila terdapat  amal saleh (pekerjaan)  yang dilakukan dengan penuh tanggungjawab dan iman. Untuk menciptakaan kehidupan sesuai tujuan tersebut HMI ingin mengajak mahasiswa untuk menyadari pentingnya nilai keislaman dan nilai-nilai pancasila serta mengamalkannya sebagai pengabdian.
2. Mempertahankan negara
Tujuan selanjutnya yang menjadi dasar pembentukan Himpunan Mahasiswa Islam yaitu mempertahankan negara. Pada saat itu negara indonesia masih mengalami goncangan akibat pengaruh belanda dan penagaruh paham paham komunis yang beredar di tengah masyarakat sehingga memicu terjadinya perpecahan. Himpunan Mahasiswa Islam saat itu merupakan organisasi yang kuat yang berhasil untuk tidak dikalahkan oleh kaum komunis yang pada saat itu juga melakukan provokasi besar-besaran. HMI juga turut andil dalam usaha – usaha kemanusiaan untuk memperbaiki masalah – masalah yang berada di tengah masyarakat.
3. Mencapai kualitas insan akademis
Dalam Tafsir tujuan Himpunan mahasiswa Islam salah satunya adalah terwujudnya nilai insan cita  HMI yaitu insan akademis. Insan cita yang dimaksud adalah kemajuan sumberdaya manusia yang dihasilkan dalam organisasi kemahasiswaan seperti
·         Berpendidikan tinggi
Kualitas insan akademis pertama yaitu berpendidikan tinggi, sudah jelas bahwa mahasiswa adalah status pelajar tertinggi yang diharapkan memiliki pengetahuan yang luas, cara berfikir secara rasional, obyektif, dan kritis. Hal ini ditujukan agar mahasiswa sebagai ‘Orang pintar’ bisa dengan bijak menyikapi masalah di tengah masyarakat dan dapat membedakan antara yang baik dan buruk, yang benar dan salah, dan kebohongan atau fakta.
·         Memiliki kemampuan teoritis
Kualitas selanjutnya yaitu mahasiswa mampu membedakan apa yang diketahuinya  dan apa yang harus dirahasiakan. Selalu sadar akan keadaan disekelilingnya,  agar tidak salah melangkah dan mengambil keputusan, kemampuan teoritis dapat membantu untuk menghubungkan kebenaran dari suatu perbuatan dengan apa yang terjadi saat itu.
·         Sanggup mandiri
Mandiri yang dimaksud yanitu mampu berdiri sendiri dengan ilmu pengetahuan yang telah  dipilih dan dipelajari sebelumnya. Ilmu yang telah didapat secara teoritis maupun teknis harus dapat diterapkan dalam kehidupan sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip yang dianut.
    4. Mencapai kualitas insan pencipta
Kualitas selanjutnya yang menjadi tujuan dari HMI yaitu kualitas insan pencipta yang memiliki arti
·         Menilai kemungkinan
Poin pertama yang harus ada pada mahasiswa yaitu kemampuan melihat kemungkinan-kemungkinan  ada dan memiliki hasrat atau kemauan serta memiliki jiwa yang penuh dengan ide atau gagasan-gagasan yang mengarah pada kemajuan umat, serta selalu mencari inovasi yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan dalam masyarakat.
·         Bersifat independen
kualitas kedua merujuk pada adanya sifat terbuka, tidak isolatif yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga dapat memunculkan sisi kreativitas mahasiswa untuk mendukung terjadinnya gerakan perubahan.
Hal ini mencerminkan bahwa mahasiswa telah memiliki kemampuan akademis serta mampu melakukan amalan atau kerja kemanusiaan yang disemangati dengan nilai-nilai ajaran islam.
    5. Mencapai insan pengabdi
Tujuan selanjutnya yaitu mahasiswa memiliki tekad pengabdian dengan sikap – sikap sebagai berikut
·         Ikhlas
selanjutnya sikap yang harus ada pda mahasiswa yang menjadi tujuan insan cita HMI adalah Sikap ikhlas atau rela dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak dan bangsa indonesia. meningkatkan kesadaran bahwa pengabdian bukan hanya tentang sanggup melakukan sesuatu tetapi juga mampu membuat diri dan lingkungan sekitarnya menjadi baik.
·         Mewujudkan cita-cita
Sebagai insan pengabdi harus dimiliki sikap yang bersungguh-sungguh dan rela berkorban hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita pengabdian serta ikhlas dalam mengamalkan ilmu yang telah didapat untuk kebaikan banyak orang dan bangsa.
   6. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam
Tujuan selanjutnya yaitu mewujudkan sikap mahasiswa islam yang telah menjiwai dan berpedoman dengan nilai – nilai ajara agama Islam. Hal ini dipedomani dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang sejalan dengan syariat islam. Ajaran islam yang diperoleh akan menghasilkan suatu sikap dalam dirinya. Nilai – nilai keislaman telah membentuk pribadi yang utuh dna terintegrasi antara jiwa sosial dan keagamaan, dan mencegah adanya dilema antara menempatkan diri sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim.
7. Kualitas Insan Bertanggungjawab
Kualitas selanjutnya yang ingin dicapai oleh HMI yaitu terwujudnya masyarakat adil dan akmur yang diridhai oleh Allah SWT.
·         Berdasar kebenaran
Sikap yang dikembangkan kali ini  berupa watak atau sikap mahasiswa yang mampu dan sanggup memikul akibat dari setiap perbuatan dan sadar untuk menempuh penyelesaian melalui jalan yang benar dalam menghadapi permasalahan. Hal ini diperlukan agar mentalitas mahasiswa bagus, dan menjadi penerus organisasi yang baik sehingga membawa kemajuan bagi HMI
·         Spontan
Dalam menghadapi tugas Mahasiswa dapat bertindak spontan, serta memiliki kepekaan atau sangat  responsif untuk menghadapi persoalan-persoalan yang ada ditengah masyarakat yang patut di kaji saat itu serta terhindar dari sikap apatis.
·          Rasa tanggungjawab
Sikap selanjutnaya yaitu tanggung jawab dan taqwa kepada Allah SWT. agar setiap pekerjaan yang dilakukan dengan rasa tanggung jawab dan semata-mata untuk kebaikan sesama.
·         Evaluatif dan selektif
Sikap evaluatif terhadap setiap keputusan serta setiap langkah yang diambil harus sesuai dengan tujuan serta tidak berlawanan dengan tujuan HMI maupun berlawanan dengan syariat islam. Harus ada rasa Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai pelaksana untuk mewujudkan kemakmuran.
Secara umum tujuan dari Sejarah Berdirinya HMI adalah membentuk suatu organisasi sebagai wadah aspirasi bagi mahasiswa islam yang memfasilitasi mahasiswa untuk belajar dan mengamalkan nilai – nilai keislaman untuk menyelesaikan permasalahan yang ada ditengah masyarakat.


Back To Top